Bukber Oh Bukber...
Kulirik kalender di meja kerjaku. Tak terasa sudah memasuki 10 hari terakhir puasa di bulan Ramadan. Dengan alis berkerut aku menatap tanda-tanda silang merah yang telah kutandai di kalender. Ah...masih ada 7 hari yang disilang, itu artinya masih tersisa 7 kali jadwal buka bersama, setelah 8 kali jadwal bukber dari awal puasa yang semuanya aku hadiri. Aku memutuskan untuk memilah mana yang tak perlu kuhadiri karena aku ingin berbuka puasa dengan keluarga di rumah.
Oke...nanti sore jadwal bukber dengan teman-teman alumni SMA-ku sekaligus reuni dengan beberapa teman kami yang datang dari berbagai kota. Tentu saja ini sangat penting, mengingat kapan lagi bisa berjumpa dengan teman yang sudah bela-belain datang dari jauh hanya untuk bertemu dengan kita? Kuberi tanda centang di pinggir tanggal tersebut. Besok bukber dengan klub arisan Ceria (ini kumpulan ibu-ibu dari sekolah TK anakku yang bungsu). Tentunya ini juga harus kuhadiri untuk tidak mengecewakan anakku Rangga. Lagi, kuberi tanda centang. Lusa ada bukber di kantorku sekaligus acara pemberian santunan kepada anak yatim. Tentu saja ini juga sangat penting, karena masa aku sebagai wakil direktur tak datang? Apa kata dunia? Dengan tegas aku memberi tanda centang pada tanggal itu. Sambil menghela napas panjang, kuhitung masih ada 4 kali lagi jadwal buka bersama di kalender itu.
Hmmm....tanggal 18 bukber di rumah Ketua Ikatan Pengusaha Wanita. Tentu saja wajib datang karena ini adalah moment menggalang kemitraan untuk peluang bisnisku. Kembali kucentang tanggal itu. Sekarang tanggal 19, let's see...acara bukber dengan ibu-ibu pengajian di kelurahanku. Bukankah kehidupan bertetangga itu sangat utama, jadi mustahil aku melewatkannya karena nanti ketika ada acara di rumahku mereka pasti tak mau datang. Akupun dengan cepat memberi centang untuk yang kesekian kalinya.
Kembali kulirik kalender di meja kerjaku. Tersisa 2 tanda silang merah, menunggu untuk kucentang ataukah kusilang besar . Mengapa masih ada orang yang tega menjadwalkan acara bukber padahal lebaran tinggal menghitung hari? Sungguh aneh.. Tanggal 20 bukber dengan ibu Bupati karena kebetulan aku aktif di Organisasi Wanita dimana beliau ketuanya. Aku mendesah, dan langsung memberi centang. Tentu saja aku harus hadir, karena ibu Bupati kerap memberi pekerjaan untuk bisnisku, dan ini perlu mendapat prioritas.
Akhirnya, tiba pada jadwal bukber yang terakhir. Kupandangi lurus kalender itu berharap itu bukan bukber yang luar biasa yang tidak perlu kuhadiri. Nah....ini dia. Lagi-lagi aku tersandar lemas di kursi putarku. Bagaimana mungkin aku melupakan ulang tahun sahabat karibku, Andrea? Kami sudah merencanakannya dari jauh hari, kami akan buka puasa bersama di sebuah restoran agak di luar kota, yang memiliki pemandangan seluruh kota yang menghampar di bawah ketinggian restoran itu. Jelas aku tak mungkin mengecewakan Andrea. Bagiku dan juga bagi siapapun persahabatan adalah hal terindah dalam hidup yang tak boleh dikhianati. Atas dasar keyakinan itulah, aku kembali memberi tanda centang pada tanggal itu.
Kupandangi kalender yang telah kuberi tanda centang itu dengan putus asa, nyaris tersedu. Ternyata keinginanku untuk menyeleksi 7 hari buka bersama itu sia-sia. Pada akhirnya semuanya tetap masuk dalam prioritasku tanpa ada yang bisa kukorbankan. Terbayang wajah anak dan suamiku yang tanpa ekspresi ketika aku harus pamit saat akan pergi berbuka. Malahan jika saat aku begitu gembira ketika berbuka puasa di rumah, mereka malah heran dan kompak bertanya dengan heran "Mama gak ada acara bukber hari ini?"
Kuketuk- ketuk meja kerjaku dengan pena sambil melotot tajam pada kalender di atasnya. Aku mulai menghitung seluruh tanda silang itu. 3 kali bukber di minggu pertama puasa, 4 kali di minggu kedua, 1 kali di awal minggu ketiga dan di 10 hari terakhir puasa, 7 hari berturut-turut jadwal bukber yang harus kudatangi. Fantastis, separuh dari 30 hari berpuasa kuhabiskan setengahnya dengan bukber di luar rumah. Airmataku menetes, dan aku melangkah mengambil air wudhu untuk shalat dhuhur. Satu hal yang sangat ingin kusampaikan kepada Tuhan, agar gerakkanlah hati orang-orang di dunia ini agar jangan terlalu bersemangat mengagendakan acara bukber. Kebersamaan tak selalu harus dihelat di bulan puasa, semeja dengan keluarga jauh lebih penting. Diam-diam aku mengutuk diriku yang tak sanggup keluar dari situasi ini. Rasanya aku menjadi penghianat bagi diriku sendiri. Di kejauhan kudengar suara adzan. Aku hanya sanggup bergumam dengan sedih. Bukber, oh... bukber...
Post a Comment for "Bukber Oh Bukber..."
Berkomentarlah dengan sopan lagi santun ya :)