Memesrai Maut
Maukah kau menuliskan puisi untukku, sementara kuhunus pisau perak ini merayakan maut yang bertandang di serambi rumahku?
Semestinya aku sudah harus mati pada purnama lalu, Kak
Saat perjamuan untuk melukis mimpi-mimpi yang tak lagi kita kenali tumpah ruah di bibir cawan
Seluruhnya tercuri oleh mantra kelabu dan bola kristal perempuan penggoda itu
Maukah kau bacakan puisi yang kau tulis untukku, sementara kuhias pergelangan nadiku dengan darah yang membentuk metafora berbagai benda tak mewujud?
Semestinya aku sudah harus mati detik ini
Namun hanya anyir darah yang mendesiskan penggalan puisi untukku
Ah...ini cara mati yang genting dan manis