Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Di Persimpangan Mimpi Meutia

di+persimpangan+mimpi+meutia

Sudah berapa Desember matamu selalu basah, Meutia?
Sepuluh tahun sejak Allah menyapa negerimu dengan gemuruh Tsunami
Kini lewat gemeretak bumi pecahkan kembali mimpimu yang tak sempat rehat

Kuharap kau tak kehilangan hatimu
Tetap labuhkan diri pada KalamNYA tersebab imanlah muasal segala penciptaan
Panjatkan doa yang tak keluhkan kisah tragismu, sebab luka tak harus jadi warisan generasimu

Sudah berapa Desember senyummu melenyap tak pulang, Meutia?
Ini semua tentang air mata kan?
Tentang kuntum yang tak merekah, tentang bayimu yang ditemukan di bawah puing dan dikafani dalam diam, tentang hidup yang tak lagi berpuisi untukmu, tentang dupa yang tak lagi ingin kau hirup karena akan jadi sunyi yang menggila

Aku ingin kisahkan padamu, Meutia
Para leluhur menjaga negerimu, tanah para Aulia yang selalu ta'zim dan tak khianati hikayatnya di tiap tarikan nafas
Lakonnya bak Gunongan yang terpahat sebagai bukti cinta rajamu untuk sang putri Kamaliah yang merindu

Sudah berapa Desember mimpimu berkisah lara, Meutia?
Biarkan mimpimu terikat masa silam di persimpangan, laiknya debu sejarah negeri yang tersembunyi dalam biji merica
Ritual dzikir pada heningmu di selasar surau adalah tentang terbit dan tenggelamnya matahari
Itu syahdu,  tersebab bukankah yang demikian dijanjikan agar hatimu tenteram?

Agar mimpimu tak berputar melingkar bagai ular yang memakan ekornya sendiri

Post a Comment for "Di Persimpangan Mimpi Meutia"