Suatu Pagi Di Salon
Perempuan itu membahagia ketika sepatu high heels-nya bersua lantai keramik salon kecantikan. Masuk dan saat keluar salon adalah 'before' dan 'after', peri biru akan mengayun tongkatnya, "Sim Salabim" dan Dewi Venus menjelma menawan, lelakipun tertawan.
Rambutku tak keriting tapi megar, akan lebih mudah kalau di-smoothing/ rebonding. Pipiku tak tembem tapi akan lebih cantik kalau ditiruskan. Alisku cukup terlihat natural, tapi akan lebih bagus kalo di-tato. Hidungku cukup bangir cuma tulang hidungnya kurang tinggi, sepertinya perlu sedikit suntikan silikon. Bibirku cukup menggoda, tapi akan lebih seksi jika disulam merah jalang. Terakhir, bisa tidak jika asset payudaraku ini lebih diboboti dan dikencangkan, mbak?
Menit dan jam berlalu dalam kesakitan dan penderitaan. Perempuan itu membatin "Tak apalah...tak harus aku menyerah pada usia. Leherku boleh berkerut, tapi wajahku harus tetap kencang dan pualam bak lilin. Usia bisa ditipu, sama seperti aku menipu para lelaki."
Senja telah temaram, adzan Maghrib terlewati. Sekarang tinggal alisku yang di -tato. Bulan kian purnama, adzan Isya kembali terlewati. Sekarang tinggal bibirku yang disulam. Burung hantu mulai bersuara riuh, jam di dinding berdehem sudah jam 10 malam. Sedikit lagi, tinggal menyuntik payudaraku dan mencatok rambutku. Malam makin meninggi, jam berdentang keras 12 kali.
Saatnya Cinderella pulang dengan sepatu kacanya, karena sudah lewat tengah malam. Perempuan itu menyodorkan kartu kredit Gold, digeseklah angka 8 digit.
"Hmmm...cantik itu sangat mahal, sakit, diperbudak waktu, melupakan panggilan shalat dan butuh banyak tipuan. Tapi tak mengapa, kinclong itu tuntutan zaman."
Perempuan itu pulang membelah malam. Menjemput gairah, mengakali usia, nyaris menertawakan kreasi Tuhan yang bisa disulap oleh salon kecantikan.
Perempuan itu 'mencereweti' dirinya sendiri.
Fiksi Mini Lainnya :
Pulanglah Nadya
Mencemburui Kopi
Rambutku tak keriting tapi megar, akan lebih mudah kalau di-smoothing/ rebonding. Pipiku tak tembem tapi akan lebih cantik kalau ditiruskan. Alisku cukup terlihat natural, tapi akan lebih bagus kalo di-tato. Hidungku cukup bangir cuma tulang hidungnya kurang tinggi, sepertinya perlu sedikit suntikan silikon. Bibirku cukup menggoda, tapi akan lebih seksi jika disulam merah jalang. Terakhir, bisa tidak jika asset payudaraku ini lebih diboboti dan dikencangkan, mbak?
Menit dan jam berlalu dalam kesakitan dan penderitaan. Perempuan itu membatin "Tak apalah...tak harus aku menyerah pada usia. Leherku boleh berkerut, tapi wajahku harus tetap kencang dan pualam bak lilin. Usia bisa ditipu, sama seperti aku menipu para lelaki."
Senja telah temaram, adzan Maghrib terlewati. Sekarang tinggal alisku yang di -tato. Bulan kian purnama, adzan Isya kembali terlewati. Sekarang tinggal bibirku yang disulam. Burung hantu mulai bersuara riuh, jam di dinding berdehem sudah jam 10 malam. Sedikit lagi, tinggal menyuntik payudaraku dan mencatok rambutku. Malam makin meninggi, jam berdentang keras 12 kali.
Saatnya Cinderella pulang dengan sepatu kacanya, karena sudah lewat tengah malam. Perempuan itu menyodorkan kartu kredit Gold, digeseklah angka 8 digit.
"Hmmm...cantik itu sangat mahal, sakit, diperbudak waktu, melupakan panggilan shalat dan butuh banyak tipuan. Tapi tak mengapa, kinclong itu tuntutan zaman."
Perempuan itu pulang membelah malam. Menjemput gairah, mengakali usia, nyaris menertawakan kreasi Tuhan yang bisa disulap oleh salon kecantikan.
Perempuan itu 'mencereweti' dirinya sendiri.
Fiksi Mini Lainnya :
Pulanglah Nadya
Mencemburui Kopi
Post a Comment for "Suatu Pagi Di Salon"
Berkomentarlah dengan sopan lagi santun ya :)