Duri Dalam Secangkir Kopi
Marjorie Amal - Pagi ini bagiku tak indah bagai biasanya. Kuperhatikan mawar merah di petak halamanku, kelopaknya tak berkilau, karena ternyata embun tak singgah beradu bening. Seperti suasana hatiku yg tak nyaman dan berimbas pada seluruh tampakan benda-benda di sekelilingku. Kenangan itu kembali menyinggahiku setelah jeda yg teramat panjang. Anehnya, tak lagi terasa perih, hanya seperti gigitan semut. Ternyata benar, waktu bisa sembuhkan luka walau masih menganga. Kusyukuri kehidupan yg kujalani saat ini bersama Pram, lelaki yg dikaruniakan Tuhan atas doa-doa lirihku selama ini. Kupetik setangkai mawar merah untuk kusandingkan pada secangkir kopi paginya. Biasanya Pram akan tahu bahwa ada sesuatu yg menggangguku, dan mawar itu adalah sebentuk kamuflase untuk menenangkan hatiku.
Kutunggu hingga bunyi air mendidih bak peluit kereta, kutuangkan kopi, gula dan sesendok creamer pada cangkir coklat tanah. Biasanya kopi Pram tak pernah memakai creamer, tp untuk saat ini kupikir creamer bisa menyamarkan rasa pahit kopi, terutama rasa getirku akan kenangan yg hadir kembali pagi ini. Creamer itu meninggalkan buih yg mengambang di atas cangkir kopi. Kuambil tusuk gigi dan membuat ornamen tulang daun di tengah buih kopi, hasilnya indah. Kuletakkan mawar merah yg kupetik tadi di pinggir cangkir dan memandang dgn puas mega karyaku. Ah...ternyata kopi selalu bisa dikemas dengan daya tarik yang mampu memagnet mata dan memikat hati.
Pram memandangku penuh selidik ketika cangkir kopi itu kusuguhkan di meja teras, dan tahu bahwa ada sesuatu yg tidak beres denganku. Aku duduk di seberang Pram, berupaya terlihat biasa.
"Dik, indahnya sajian kopimu pagi ini. Mawar ini juga mekar lebih dini, tp tetap sempurna." ujarmu sambil menyeruput kopi setelah menunjukkan mimik surprise melihat tulang daun yg kubuat. Aku hanya tersenyum tipis dan berdiam diri. Perlahan Pram meraih tanganku, menggenggamnya erat dan menatap mataku dgn penuh cinta.
"Kau tahu dik, aku sangat suka semua suguhan kopimu yg selalu nikmat walau tak berhias apapun. Sejatinya kopi jika diracik dalam suasana hati yg nyaman, taste-nya juga akan 'pure'. Tapi pagi ini aku seperti menelan duri mawar di setiap tegukan kopimu. Jangan biarkan kenangan itu menggerus bahagiamu, Dik....Karena kenangan itupun sendiri ingin tumbuh subur dalam keindahan hatimu dan mengalahkan getirmu yang hanya singgah sesaat menggenapi lukamu. Kita dan kenangan akan selalu bersisian tanpa harus saling menyentuh."
Ada bulir hangat menetes pada kedua pipiku, dengan cepat kuhapus, dan berdiri menenggelamkan kepalaku dan segenap perih ke dalam dadamu. Rasanya begitu teduh, hangat bagai secangkir kopimu yg tersisa separuh, yg selalu menjadi saksi segenap buncahan rinduku padamu.
"Pram, bersamamu duri tak lagi terasa tajam, tak lagi jadi sembilu yg tertancap di tengah jantung. Selalu kau lenakan bintang di kelopak mawar hingga terlupa pulang, semata untuk membagi kerlipnya tepiskan kenanganku. Dirimu dan secangkir kopi yang kau minta adalah sepantasnya hadiah terbaik untuk setiamu. Cintaku sepantasnya meluruh di tiap detak cangkirmu, cumbui kenangan agar tak selalu melintas."
Post a Comment for "Duri Dalam Secangkir Kopi"
Berkomentarlah dengan sopan lagi santun ya :)